Berbagi info lewat ziddu ( www.ziddu.com )

Jumat, 12 Maret 2010

TANAMAN KEDELAI

Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai (Glycine max)
Iklim
Kedelai (Glycine max) sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Kedelai dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas, di tempat-tempat yang terbuka dan bercurah hujan 100 – 400 mm3 per bulan. Oleh karena itu, kedelai kabanyakan ditanam di daerah yang terletak kurang dari 400 m di atas permukaan laut dan jarang sekali ditanam di daerah yang terletak kurang dari 600 m di atas permukaan laut. Jadi tanaman kedelai akan tumbuh bakik, jika ditanam di daerah beriklim kering.



Volume air yang terlalu banyak tidak menguntungkan bagi tanaman kedelai, karena akan mengakibatkan akar membusuk. Banyaknya curah hujan juga sangat mempengaruhi aktivitas bakteri tanah dalam menyediakan Nitrogen. Namun ketergantungan ini dapat diatasi, asalkan selama 30 – 40 hari suhu di dalam dan di permukaan tanah pada musim panas sekitar 35o – 39oC. Hasil observasi ini menunjukkan bahwa pengaruh curah hujan, temperatur, dan kelembapan udara terhadap pertumbuhan tanaman kedelai di sepanjang musim adalah sekitar 60 – 70% (AAK, 2002).
2.3.2. Tanah
Seperti halnya jagung, kedelai (Glycine max) tidak menuntut struktur tanah khusus sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur atau agak masam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak sampai tergenang air, sebab genangan air tersebut akan membuat akar dan cabang tanaman menjadi busuk.
Toleransi pH yang baik sebagai syarat tumbuh yaitu antara 5,8 – 7, namun pada tanah dengan pH 4,5 pun kedelai masih dapat tumbuh baik. Dengan menambah kapur 2 -4 ton per hektar, pada umumnya hasil panen dapat ditingkatkan.
Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asal drainase dan aerasi tanah cukup baik. Tanah-tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol, latosol, dan andosol. Pada tanah-tanah padzolik merah kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang cukup (AAK, 2002).

Selengkapnya...

PUPUK DAN PEMUPUKAN

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah Alfisol
Alfisol merupakan tanah yang relatif masih muda, masih banyak mengandung mineral-mineral primer yang mudah lapuk, mineral liat kristalin dan kaya akan unsur hara yang tinggi pula. Secara potensial termasuk jenis tanah yang subur dan sebagian besar dimanfaatkan untuk lahan pertanian (Munir, 1996).
Menurut Soil Taxonomy USDA (1999), alfisol adalah tanah-tanah dimana terdapat penimbunan liat di horison bawah (argilik) dan mempunyai kejenuhan basa (berdasarkan jumlah kation) tinggi yaitu lebih besar dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal dari horison di atasnya. Tanah ini darei dulu termasuk tanah mediteran merah kuning sebagian (Hardjowigeno, 2003).


Penyebaran alfisol di Indonesia menurut Munir (1984), terdapat di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur dengan luas areal 12.749.000 hektar. Penggunaan alfisol di Indonesia menurut Sarief (1986), diusahakan untuk menjadi persawahan (padi) baik tadah hujan maupun pengairan, perkebunan (buah-buahan), tegalan, dan padang rumput. Hakim (1986), menyatakan bahwa luas areal tanah alfisol yang diusahakan untuk tanaman padi sawah seluas 350.000 hektar dengan hasil 3–4 per hektar pada daerah yang beririgasi.
Dua prasyarat yang harus dimiliki tanah alfisol adalah (1) mineral liat kristalin sedang jumlahnya dan (2) terjadi akumulasi liat di horison B yang jumlahnya memenuhi syarat horison argilik atau kandik (Hardjowigeno, 1993).
2.2. Pupuk
Pupuk merupakan material yang ditambahkan ke tanah atau tajuk tanaman untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Saat ini dikenal 16 macam pupuk hara yang diserap oleh tanaman untuk menunjang kehidupannya. Tiga diantaranya diserap dari udara, yakni Karbon (C), Oksigen (O), dan Hidrogen (H). Sedangkan tiga belas mineral lainnya diserap dari dalam tanah yaitu Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Sulfur (S), Magnesium (Mg), Besi (Fe), Mangan (Mn), Boron (B), Seng (Zn), Tembaga (Cu), Mollibdenum (Mo), dan Khlor (Cl) (Novizan, 2002).
Klasifikasi pupuk dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu (1) atas dasar pembentukannya yang terdiri dari pupuk alam dan pupuk buatan, (2) atas dasar kandungan unsur hara yang dikandungnya yang terdiri dari pupuk tunggal dan pupuk majemuk, (3) atas dasar susunan kimiawi yang mempunyai hubungan penting dengan perubahan-perubahan di dalam tanah (Hakim, 1986).
Waktu dan cara pemupukan pada tanaman palawija seperti tanaman kedelai adalah pupuk Fosfat, Kalium dan 50% Nitrogen dipakai sebagai pupuk dasar, diberikan satu hari sebelum/saat tanam. Sedangkan pupuk susulan yaitu 50% sisa pupuk N diberikan 20 - 30 hari setelah tanam /menjelang tanaman berbunga (Anonim, 2004).
Sedangkan untuk tanaman jagung (Zea mays L) diberikan pupuk SP-36, KCl dan 1/3 bagian Urea dipakai sebagai pupuk dasar, diberikan dengan cara ditugal pada jarak 7 cm dari lubang benih dengan kedalamanan 10 cm. Pupuk Urea dan SP-36 diberikan dalam satu lubang dan KCl pada lubang yang lain. Setelah pupuk dimasukkan segera ditutup dengan tanah untuk mencegah penguapan pupuk. Pupuk susulan pertama 1/3 bagian Urea diberikan pada waktu tanaman berumur 3 minggu. Pupuk susulan kedua diberikan pada waktu tanaman berumur 5 minggu atau segera setelah keluar malai dan keluar rambut tongkol jangung (Anonim, 2004).
2.2.1. Nitrogen (N)
Sumber utama Nitrogen (N) adalah Nitrogen bebas (N2) di atmosfir, yang takarannya mencapai 78% volume, dan sumber lainnya senyawa-senyawa Nitrogen yang tersimpan dalam tubuh jasad. N sangat jarang ditemukan oleh karena wataknya yang mudah larut dalam air (Porwidodo, 1992).
N diserap oleh tanaman sebagai NO3- dan NH4- kemudian dimasukkan kedalam semua asam amino dan protein (Indranada, 1994). Ada juga bentuk pokok N dalam tanah mineral, yaitu Nitrogen Organik, bergabung dengan humus tanah; Nitrogen Amonium diikat oleh mineral lempung tertentu; dan Nitrogen Anorganik dapat larut dan senyawa nitrat (Buckman dan Brady, 1992).
N yang tersedia tidak dapat langsung digunakan, tetapi harus mengalami berbagai proses terlebih dahulu. Pada tanah yang immobilitasnya rendah, Nitrogen yang ditambahkan akan bereaksi dengan pH tanah yang mempengaruhi proses Nitrogen. Begitupula dengan proses denitrifikasi yang pada proses ini ketersediaan N tergantung dari mikroba tanah yang pada umumnya lebih menyukai senyawa dalam bentuk ion ammonium daripada ion nitrat (Jumin, 1992).
Kedelai memerlukan N dalam jumlah banyak. Kedelai dapat menyediakan N sendiri melalui fiksasi oleh bakteri yang hidup dalam akar. Di bawah kondisi yang menguntungkan, bintil akar terbentuk dalam waktu 1 minggu setelah biji ditanam. Tetapi bakteri bintil akar baru mulai aktif mengikat N setelah 2 minggu berikutnya. Oleh karena itu kedelai sering memberikan respon terhadap pemupukan N pada saat masih kecil. Namun, seringkali kedelai dijumpai kurang memberikan respon terhadap pemupukan N yang berlebihan. Hal sering mengakibatkan kemalasan bakteri dalam bintil akar dalam proses pengikatan N dari udara (Suprapto, 1998).
2.2.2. Fosfor (P)
Paling sedikit ada empat sumber pokok Fosfor (P) untuk memenuhi kebutuhan akan unsur ini, yaitu pupuk buatan, pupuk kandang, sisa-sisa tanaman termasuk pupuk hijau, dan senyawa asli unsur ini yang organik dan anorganik, yang terdapat dalam tanah (Buckman dan Brady, 1992).
Unsur P diserap tanaman dalam bentuk HPO42-. Spesies ion yang dominan tergantung dari pH sistem tanah-pupuk-tanaman, yang mempunyai ketersediaan tinggi pada pH 5,5 – 7. Kepekatan H2PO4- yang tinggi dalam larutan tanah memungkinkan tanaman mengangkutnya dalam takaran besar karena perakaran tanaman diperkirakan mempunyai 10 kali penyerapan tanaman untuk H¬2¬PO4- dibanding untuk HPO42- (Poerwidodo, 1992).
Ketersediaan P di dalam tanah ditentukan oleh banyak faktor tetapi yang paling penting adalah pH tanah. Pada tanah ber-pH rendah (asam), P akan bereaksi dengan ion besi (Fe) dan Aluminium (Al). Reaksi ini akan membentuk besi fosfat dan aluminium fosfat yang sukar larut di dalam air sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman. Pada tanah ber-pH tinggi (basa), P akan bereaksi dengan ion kalsium. Reaksi ini membentuk kalsium fosfat yang sifatnya sukar larut dan tidak dapat digunakan oleh tanaman. Dengan demikian, tanpa memperhatikan pH tanah pemupukan fosfor tidak akan berpengaruh bagi pertumbuhan tanaman (Novizan, 2002).
Kedelai memerlukan P dalam jumlah yang relatif banyak. P dihisap tanaman sepanjang masa pertumbuhannya. Periode terbesar penggunaan P dimulai pada masa pembentukan polong sampai kira-kira 10 hari sebelum biji berkembang penuh. Kekurangan P pada kebanyakan tanaman terjadi sewaktu tanaman masih muda, oleh karena belum adanya kemampuan yang seimbang antara penyebaran P oleh akar dan P yang dibutuhkan. Fungsi unsur P antara lain merangsang perkembangan akar, sehingga tanaman akan lebih tahan terhadap kekeringan, mempercepat masa panen dan menambah nilai gizi biji (Suprapto, 1998).
2.2.3. Kalium (K)
Menurut Buckman dan Brady (1992) berbagai bentuk Kalium (K) dalam tanah digolongkan atas dasar ketersediaannya menjadi tiga golongan besar, yaitu bentuk yang relatif tidak tersedia. Senyawa yang mengandung sebagian besar bentuk K ini adalah feldspat dan mika. Mul Mulyani (1999), menyatakan bahwa sumber-sumber K adalah beberapa jenis mineral, sisa-sisa tanaman jasad renik, air irigasi serta larutan dalam tanah, dan pupuk buatan.
Unsur ini diserap tanaman dalam bentuk ion K+ dan dapat dijumpai di dalam tanah dalam jumlah yang bervariasi, namun jumlahnya dalam keadaan tersedia bagi tanaman biasanya kecil. K yang ditambahkan kedalam tanah dalam bentuk garam-garam mudah larut seperti KCl, K2SO4, KNO3, dan K-Mg-SO4 (Indranada,1994). Mekanisme penyerapan K mencakup aliran massa, konveksi, difusi, dan serapan langsung dari permukaan zarah tanah (Poerwidodo, 1992).
Di dalam tanah, ion K bersifat sangat dinamis dan juga mudah tercuci pada tanah berpasir dan tanah dengan pH yang rendah. Sekitar 1 – 10 % terjebak dalam koloid tanah karena kaliumnya bersifat positif. Bagi tanaman, ketersediaan kalium pada posisi ini sangat lambat. Kandungan kalium sangat tergantung dari jenis mineral pembentuk tanah dan kondisi cuaca setempat. Persediaan kalium di dalam tanah dapat berkurang karena tiga hal, yaitu pengambilan kalium oleh tanaman, pencucian kalium oleh air, dan erosi tanah (Novizan,2002).
Kedelai memerlukan K dalam jumlah yang relatif besar. Selama pertumbuhan vegetatif K diserap dalam jumlah yang relatif besar, kemudian agak menurun setelah biji mulai terbentuk dan akhirnya penyerapan hampir tidak terjadi kira-kira 2 – 3 minggu sebelum biji masak penuh. Namun demikian biji kedelai mengandung K yang besar berkisar 60% dari jumlah K yang terdapat dalam tanaman dibanding biji jagung yang hanya mengandung 25% K. Fungsi utama K antara lain, membantu perkembangan akar, membantu proses pembentukan protein, menambah daya tahan tanaman terhadap penyakit dan merangsang pengisian biji (Suprapto, 1998).

Selengkapnya...

LATAR BELAKANG PEMUPUKAN


Kesuburan tanah suatu lahan pertanian berbeda-beda, tergantung dari bahan organik yang terkandung di dalam setiap lapisan tanah, topografi, tekstur, struktur, solum dan juga aktifitas mikroorganisme dalam tanah. Kesuburan tanah ini mempunyai arti yang sangat penting sebab tanah subur adalah tanah yang mempunyai kapasitas dan kemampuan untuk dapat menyediakan unsur hara bagi tanaman dengan jumlah tepat sehingga dapat menghasilkan produksi yang optimal (Indranada, 1994).


Tanah memang diciptakan untuk terus menerus dikelola, namun karena adanya pengelolaan tanah yang terus menerus sehingga mengakibatkan tingkat kesuburan tanah dapat menurun. Menurunnya tingkat kesuburan suatu tanah menyebabkan berkurangnya ketersediaan unsur hara di dalam tanah sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Tidak semua jenis tanah mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan bagi perkembangan tanaman. Akibat yang dapat ditimbulkan jika suatu tanah kekurangan unsur hara adalah tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik, sehingga akan dapat menurunkan produksinya (Poerwidodo, 1992)
Salah satu usaha yang dilakukan untuk mengembalikan kesuburan tanah di daerah pertanian adalah penggunaan pupuk secara benar dengan memperhatikan gejala kekurangan yang ditampakkan oleh tanaman, dampak penggunaan pupuk terhadap lingkungan dan terhadap keseimbangan ekosistem di sekitarnya, termasuk cara pembuangan sisa-sisa pemupukan dan penyimpanan pupuk.
Pemberian pupuk P dapat juga menaikkan hasil panen, terutama pada tanah-tanah yang kekurangan unsur tersebut. Pada umumnya pemberian pupuk majemuk (NPK) secara langsung tidak banyak berpengaruh terhadap kenaikan produksi. Demikian pula pemberian pupuk N tidak memberi hasil, sebab kedelai hidup bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium yang dapat mengikat unsur N dari udara secara otomatis. Unsur N yang telah diikat oleh bakteri ini kemudian dimanfaatkan oleh tanaman kedelai. Walaupun demikian pemupukan tanah tandus perlu sekali. Kedelai yang ditanam di tanah tegalan perlu diberi pupuk buatan secara bertahap. Pemupukan dilakukan sesudah benih kedelai ditanam dan diawali dengan pemberian pupuk N sebanyak 50-100 kg/ha. Sedang pupuk TS, berupa unsur P dan K, yang digunakan adalah 100-200 kg/ha, dan KCl 50-100 kg/ha. Perbandingan pupuk Urea:TS/DS:KCl adalah 1:2:1 (AAK, 2002.
Menurut Sys et al. (1991), tanaman kedelai merupakan tanaman daerah sub tropis yang dapat beradaptasi baik di daerah tropis, dapat tumbuh baik dengan curah hujan di atas 500 mm/tahun dan suhu optimal adalah 15 – 40o C, dengan suhu minimum adalah 12oC sampai dengan 24oC, dengan curah hujan 350 mm – 1100 mm pada periode pertumbuhan dan cuaca kerig sangat ideal untuk pemasakan tanaman kedelai. Pada suhu rendah dengan curah hujan yang tinggi dapat diperoleh dengan menanam kedelai pada bulan-bulan kering asal kelembapan tanah masih cukup terjamin. Pada ketinggian lebih dari 750 m dari permukaan laut pertumbuhan tanaman mulai terhambat dan umur tanaman akan semakin panjang.


Selengkapnya...

AGROHIDROLOGI

TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Hidrologi
Hidrologi mempelajari siklus air di alam raya. Siklus air atau siklus hidrologi meliputi kejadian-kejadian air menguap ke udara. Kemudian mengembun dan menjadi hujan atau salju, masuk ke dalam tanah atau mengalir di atas permukaan tanah, lalu berkumpul di danau atau laut, menguap lagi dan seterusnya ( Pairunan A. K, 1985 ).
Pergerakan air di bumi yang merupakan suatu system yang tertutup, yang berarti pergerakan air pada system tersebut selalu tetap berada pada sistemnya. Energi panas matahari dan faktor-faktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi dan tanah, di laut dan badan-badan air lainnya. Uap air sebagai hasil proses evaporasi akan terbawa oleh angina melintasi daratan yang bergunung maupun pada daerah datar dan apabila keadaan atmosfer memungkinkan sebagian dari uap air tersebut akan terkondensasi dan turun sebagai air hujan ( Soewarno, 1991 ).

2. 2 Evaporasi
Evaporasi aadalah penguapan air dari permukaan tanah, air dan bentuk permukaan bukan vegetasi lainnya oleh proses fisika. Dua unsur utama untuk berlangsungnya evaporasi adalah energi ( radiasi ) matahari dan ketersediaan air. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi tersebut yaitu panas, suhu, udara, kapasitas kadar air dalam udara, udara di atas permukaan bidang penguapan, dan sifat alamiah bidang penguapan ( Asdak, 1995 ).
Proses evaporasi dapat berlangsung pada permukaan tajuk vegetasi basah dan permukaan vegetasi tajuk kering, tetapi apabila berlangsung pada permukaan tajuk basah terutama vegetasi hutan maka proses akan lebih cepat dibandingkan yang terjadi pada vegetasi kering. Besarnya proses evaporasi pada tajuk vegetasi baasah kemungkinan tidak dikendalikan oleh faktor keseimbangan radiasi matahari melainkan lebih ditentukan sebagai penampung energi adveksi yang berasal dari atmosfer ( Rutter, 1971 ).
2. 3 Transpirasi
Transpirasi adalah penguapan air dari daun dan cabang tanaman melalui pori-pori daun oleh proses fisiologi. Daun dan cabang umumnya dibalut lapisan mati yang disebut kulit air ( cuticle ) yang kedap uap air. Sel-sel hidup daun dan cabang terletak di bawah permukaan tanaman, di belakang pori-pori daun atau cabang. Besar kecilnya laju transpirasi secara tidak langsung ditentukan oleh radiasi matahari melalui membuka dan menutupnya pori-pori tersebut ( Asdak, 1991 ).
Dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang tumbuh pada sebidang tanah akan menyerap sejumlah air yang terdapat dalam tanah melalui system perakarannya, yang kemudian melalui proses transpirasi akan melepaskan air ke udara ( atmosfer ) dalam bentuk uap air. Persinggungan antara permukaan tanah yang terbuka dengan atmosfer yang tidak jenuh uap air akan memungkinkan berlangsungnya penguapan air di tempat itu ( permukaan tanah tersebut ). Proses penguapan air ini dikendalikan oleh keadaan atmosfer dan sifat tanah yang erat kaitannya dengan ketersediaan air dalam tanah(Kartasapoetra, 1991 ).
2. 4 Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh factor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi. Sesuai dengan namanya, evapotranspirasi juga merupakan gabungan antara proses-proses evaporasi, intersepsi dan transpirasi ( Asdak, 1995 ).
Penguapan yang terjadi dipermukaan sangat tergantung dari ketersediaan kelembaban di lapisan bawahnya. Oleh sebab itu, dalam beberapa model di cari ketergantungan antara laju penguapan ( evapotranspirasi ) dan kelembaban tanah di lapisan bawahnya. Evapotranspirasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu evapotranspirasi potensial ( PET ) dan evatranspirasi actual ( AET ). Evapotranspirasi potensial dipengaruhi oleh factor-faktor meteorology dan evapotranspirasi aktual lebih dipengaruhi oleh faktor fisiologi tanaman dan unsur tanah ( Hakim, 1986 ).
2. 5 Kadar Air
Kadar air dapat dinyatakan sebagai perbandingan berat air tanah terhadap berat tanah basah, perbandingan berat air tanah terhadap berat tanah kering dan perbandingan volume air tanah terhadap volume tanah. Di mana berat tanah kering dapat diartikan sebagai tanah yang telah dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o C tekanan atmosfer sampai mencapai berat tetap. Tanah yang kandungan litany tinggi sekali pada keadaan tersebut masih mengandung air ( Sarief, 1985 ).
Air juga berpengaruh penting pada sifat fisik tanah. Kandungan air dalam tanah sangat berpengaruh pada konsistensi tanah, dan kesesuaian tanah untuk diolah. Begitu pula variasi kandungan air mempengaruhi daya dukung tanah. Kandungan air dalam tanah dapat ditentukan dengan beberapa cara. Sering dipakai istilah-istilah nisbi, seperti basah dan kering. Kedua-duanya adalah kisaran yang tidak pasti tentang kandungan air dank arena itu dapat ditafsirkan bermacam-macam. Begitu pula halnya dengan istilah jenuh dan tidak jenuh. Jenuh menunjukkan pori-pori yang penuh berisi air, dan tidak jenuh menunjukkan setiap kandungan air kurang dari jenuh ( Pairunan, 1985 ).


Selengkapnya...

Rabu, 03 Maret 2010

BAHAN ORGANIK

Kita membutuhkan tanah sebagai sumber kehidupan dan sebagai media tumbuhnya tanaman. Sebagai media tumbuhnya media tanaman tanah harus dapat menyediakan unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh. Salah satu faktor yang harus ada adalah bahan organik tanah. Bahan organik tanah merupakan timbunan binatang dan jasad renik yang sebagian telah mengalami perombakan. Bahan organik ini biasanya berwarna cokelat dan bersifat koloid yang dikenal dengan humus.


Humus terdiri dari bahan organik halus yang berasal dari hancuran bahan organik kasar serta senyawa-senyawa baru yang dibentuk dari hancuran bahan organik tersebut melalaui suatu kegiatan mikroorganisme di dalam tanah. Humus merupakan senyawa yang resisten berwarna hitam / cokelat dan mempunyai daya menahan air dan unsur hara yang tinggi.Tanah yang mengandung banyak humus atau mengandung banyak bahan organik adalah tanah-tanah lapisan atas atau tanah-tanah top soil. Bahan organik tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman yaitu sebagai granulator yang berfungsi memperbaiki struktur tanah, penyediaan unsur hara dan sebagainya. Yang mana nantinya akan mempengaruhi seberapa jauh tanaman memberikan hasil produktifitas yang tinggi.Bahan organik dalam tanah Alfisol merupakan fraksi bukan mineral yang ditemukan sebagai bahan penyusun tanah. Kadar bahan organik yang terdapat dalam tanah Alfisol berkisar antara (0,05-5) % dan merupakan tanah yang ideal untuk lahan pertanian, dan untuk tanah organik mendekati 60 % dan pada lapisan oleh kadar bahan organik memperlihatkan kecenderungan yang menurun. (Pairunan, dkk., 1985).Sumber primer bahan organik dalam tanah Alfisol adalah jaringan tanaman, berupa akar, batang, ranting, daun. Jaringan tanaman ini akan mengalami dekomposisi dan akan terangkut ke lapisan bawah serta diinkorporasikan dengan tanah.(Islami, T., 1995).Bahan organik dalam tanah Alfisol terdiri dari bahan organik kasar dan bahan organik halus atau humus. Lapisan I pada tanah Alfisol mempunyai humus yang terdiri dari hancuram bahan organik kasar serta senyawa-senyawa baru yang baru dibentuk dari hancuran bahan organik tersebut melalui kegiatan mikroorganisme di dalam tanah. Humus merupakan senyawa yang resisten (tidak mudah hancur), berwarna hitam atau cokelat yang memiliki daya menahan air dan unsur hara yang tinggi. Humus adalah senyawa kompleks yang agak resisten, oelapukan berwarna cokelat, amorfus, bersifat koloid dan berasal dari jaringan tumbuhan atau binatang yang telah dimodifikasikan atau disintesiskan oleh berbagai jasad mikro. Dalam jaringan tumbuhan terdapat pula lemak, minyak, lilin dan dammar dalam jumlah yang kecil. Jumlah dan sifat komponen-komponen organik dalam sisa-sisa tumbuhan sangat berpengaruh menentukan penimbunan bahan organik dalam tanah. Terutama lapisan I tanah Alfisol memiliki kandungan humus yang lebih banyak sehingga kandungan bahan organiknya lebih tinggi dari lapisan dibawahnya. (Saifuddin, 1988).Senyawa organik pada tanah Alfisol umumnya ditemukan di permukaan atau pada lapisan I, tanah jumlahnya tidak besar, hanya sekitar 3-4 %. Tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya besar sekali. Adapun pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya juga pada pertumbuhan tanaman adalah sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (kapasitas tukar kation tanah menjadi tinggi), sumber energi yang sangat penting bagi mikroorganisme. (Hardjowigeno, 1992).Bahan organik yang terkandung di dalam tanah Alfisol lebih tinggi yang mengakibatkan tanah pada lapisan ini cenderung lebih gelap, terutama pada lapisan I, karena merupakan lapisan paling atas. Faktor yang mempengaruhi bahan organik tanah adalah kedalaman lapisan dimana menentukan kadar bahan organik dan N. Kadar bahan organik terbanyak ditemukan di lapisan atas, setebal 20 cm (15-20) %, maikin ke bawah makin berkurang, contohnya pada setiap lapiasan tanah Alfisol, makin ke bawah (Lapisan III) warnanya lebih muda daripada lapisan I, dan II. Faktor iklim yang berpengaruh adalah suhu dan curah hujan. Makin ke daerah dingin kadar bahan organik dan N makin tinggi. Drainase buruk dimana air berlebih, oksidasi terhambat karena aerasi buruk menyebabkan kadar bahan organik dan N tinggi daripada tanah berdrainase baik. (Hakim, dkk, 1986).

Selengkapnya...

A.W.SURVEYS.com

Jejaring Sosial